Site icon UnpriEdu

Anak Petani Raih S2 Columbia

Columbia

Perjalanan hidup Robinson Sinurat menjadi inspirasi bagi banyak anak muda Indonesia. Lahir di keluarga petani sederhana di Sumatera Utara, Robinson tumbuh dalam keterbatasan, namun memiliki tekad kuat untuk mengubah nasib lewat pendidikan. Kini, ia berhasil menembus salah satu universitas paling bergengsi di dunia, Columbia University, Amerika Serikat.

Perjalanan dari Desa ke Dunia

Sejak kecil, Robinson sudah terbiasa membantu orang tuanya di ladang. Namun, di sela-sela kesibukannya, ia tak pernah melepaskan buku dari genggamannya.
“Bapak saya selalu bilang, tanah bisa hilang, tapi ilmu tidak,” kenangnya.
Semangat itu menjadi api yang membakar tekadnya untuk terus belajar, meski fasilitas pendidikan di desanya sangat terbatas.

Robinson menempuh pendidikan dasar dan menengah di sekolah negeri di kampung halamannya. Karena prestasinya gemilang, ia mendapatkan kesempatan kuliah di universitas negeri ternama di Indonesia lewat jalur beasiswa. Dari sanalah mimpi besarnya mulai tumbuh — belajar di luar negeri dan membawa perubahan bagi masyarakat desa.

Perjuangan Mewujudkan Mimpi

Bukan perkara mudah bagi anak petani untuk bisa menembus universitas top dunia. Robinson harus menghadapi berbagai kendala, mulai dari keterbatasan finansial hingga kurangnya akses informasi tentang studi di luar negeri.
Namun ia tidak menyerah. Setiap malam, ia melatih kemampuan bahasa Inggrisnya secara otodidak melalui video daring dan membaca artikel akademik.

Ia juga aktif mengikuti komunitas belajar daring yang fokus membahas beasiswa internasional.
“Dulu saya hanya bermodal koneksi Wi-Fi dari warung kopi di kampung. Tapi dari sanalah saya belajar menulis esai, mempersiapkan TOEFL, dan memahami cara mendaftar universitas luar negeri,” ujarnya.

Menembus Columbia University

Setelah melalui proses panjang, kerja kerasnya berbuah manis. Robinson diterima di Columbia University — salah satu kampus Ivy League di Amerika Serikat — melalui program beasiswa penuh dari lembaga internasional.
Tak hanya itu, ia juga menjadi perwakilan mahasiswa dari Asia Tenggara dalam beberapa forum akademik global.

Program yang diambilnya berfokus pada Public Policy and Development, bidang yang sejalan dengan visinya untuk membangun desa. Ia ingin menerapkan pengetahuan yang diperolehnya untuk menciptakan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat kecil.
“Saya ingin pendidikan menjadi alat untuk memberdayakan desa, bukan hanya untuk mengubah nasib individu,” katanya.

Tantangan di Negeri Orang

Menempuh studi di luar negeri bukan tanpa tantangan. Robinson mengaku sempat mengalami culture shock dan kesulitan beradaptasi dengan ritme akademik yang sangat ketat.
Namun, pengalaman tersebut justru membuatnya semakin tangguh.
“Saya belajar untuk tidak malu bertanya dan terus beradaptasi. Di Columbia, semua orang punya suara dan kesempatan untuk belajar dari perbedaan,” tuturnya.

Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan kampus, seperti seminar kebijakan publik dan forum mahasiswa internasional. Di sana, Robinson kerap memperkenalkan Indonesia — dari budaya hingga isu pembangunan desa.
“Setiap kali saya bicara tentang petani dan desa asal saya, mereka kagum. Saya bangga membawa nama Indonesia di forum-forum itu,” tambahnya.

Pesan untuk Generasi Muda Indonesia

Kisah Robinson bukan hanya tentang kesuksesan pribadi, tetapi juga tentang harapan. Ia percaya bahwa anak-anak dari latar belakang sederhana pun memiliki peluang yang sama untuk meraih mimpi besar — asalkan mau berjuang dan tidak menyerah.
“Tidak semua orang lahir dengan kesempatan yang sama. Tapi kita bisa menciptakan kesempatan itu lewat kerja keras dan ketekunan,” pesannya.

Robinson juga mengajak generasi muda untuk aktif mencari informasi tentang beasiswa dan tidak takut mencoba. Menurutnya, banyak peluang di luar sana yang terbuka bagi mereka yang berani melangkah.
“Internet membuat semua orang punya akses ke dunia. Gunakan itu untuk belajar dan membuka jalan menuju masa depan yang lebih baik,” ujarnya.

Dari Columbia untuk Indonesia

Meski kini sedang menempuh pendidikan di luar negeri, Robinson tetap memegang teguh komitmennya untuk kembali ke Indonesia setelah lulus.
Ia bercita-cita membangun lembaga pendidikan dan riset di daerah pedesaan agar anak-anak desa memiliki akses belajar yang lebih baik.
“Tujuan saya bukan hanya sukses pribadi, tapi juga bagaimana ilmu saya bisa berdampak bagi banyak orang,” katanya dengan mantap.

Rencananya, setelah menyelesaikan studi, ia ingin berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan organisasi non-profit untuk mendorong kebijakan berbasis data di sektor pertanian dan pendidikan desa.
Menurutnya, pembangunan yang berkeadilan harus dimulai dari akar — dari desa, tempat sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal.

Makna di Balik Perjuangan

Kisah Robinson Sinurat menggambarkan arti sejati dari pendidikan sebagai alat untuk transformasi sosial. Dari anak petani di pelosok hingga mahasiswa di kampus elite dunia, perjalanannya adalah bukti bahwa kerja keras, ketekunan, dan doa dapat menembus batas apa pun.

Ia menjadi simbol harapan bahwa keberhasilan bukanlah milik mereka yang lahir di kota besar atau keluarga kaya, tetapi milik siapa pun yang berani bermimpi dan berusaha tanpa lelah.

Kesimpulan: Dari Sawah ke Dunia

Robinson Sinurat membuktikan bahwa latar belakang bukan penghalang untuk meraih pendidikan tinggi di universitas bergengsi dunia.
Dengan semangat pantang menyerah dan tekad kuat, ia membuka jalan bagi banyak generasi muda Indonesia untuk bermimpi lebih tinggi.

Dari ladang sederhana di Sumatera hingga ruang kelas Columbia University, kisahnya menjadi pengingat bahwa kerja keras dan niat tulus akan selalu menemukan jalannya menuju kesuksesan.


Sumber Artikel : https://www.medcom.id/
Sumber Gambar : https://www.medcom.id/

Exit mobile version