Site icon UnpriEdu

Bahasa Inggris Wajib di SD? Ini Catatan UGM

UGM

Rencana pemerintah menjadikan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib di Sekolah Dasar (SD) kembali menjadi perbincangan hangat. Kebijakan ini dianggap sebagai langkah maju untuk meningkatkan daya saing generasi muda Indonesia di era global. Namun, sejumlah pakar pendidikan, termasuk dari Universitas Gadjah Mada (UGM), mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak dilakukan secara tergesa-gesa dan tetap mempertimbangkan kesiapan siswa serta tenaga pengajar.

Konteks Kebijakan Bahasa Inggris Wajib

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tengah mengkaji kemungkinan menjadikan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib di jenjang SD. Saat ini, Bahasa Inggris baru bersifat muatan lokal, yang berarti penerapannya bergantung pada kebijakan masing-masing sekolah dan daerah.

Langkah ini diyakini dapat memperkuat kemampuan literasi global siswa sejak dini. Namun, implementasinya memerlukan persiapan kurikulum, pelatihan pengajar, dan metode belajar yang sesuai dengan karakter anak usia dasar.

“Kita perlu memastikan anak-anak tidak kehilangan esensi belajar di usia dini, yaitu bermain, berinteraksi, dan membangun rasa ingin tahu,” ujar Dr. Retno Mulyani, dosen Fakultas Psikologi UGM.

Dukungan dari Akademisi UGM

Dukungan terhadap kebijakan ini datang dari pakar pendidikan UGM, salah satunya Prof. Irwan Abdullah dari Fakultas Ilmu Budaya. Menurutnya, Bahasa Inggris wajib di SD adalah ide baik selama tidak dilakukan dengan pendekatan akademis yang kaku.

“Kita mendukung program ini, tetapi harus dipahami bahwa anak SD belajar dengan cara yang berbeda. Bahasa asing sebaiknya diperkenalkan melalui kegiatan menyenangkan, bukan ujian dan hafalan,” jelasnya.

Prof. Irwan menekankan bahwa anak usia SD berada pada tahap perkembangan kognitif konkret, di mana mereka lebih mudah memahami konsep melalui pengalaman langsung, permainan, dan interaksi sosial. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Inggris idealnya dilakukan dengan metode fun learning seperti lagu, cerita, atau permainan bahasa.

Catatan Penting: Jangan Sekadar Tambah Beban

Pakar lain dari Fakultas Ilmu Pendidikan UGM, Dr. Siti Rahmawati, mengingatkan bahwa penerapan Bahasa Inggris wajib jangan sampai menambah beban bagi siswa dan pengajar.

“Kalau tidak disiapkan dengan baik, kebijakan ini justru bisa membuat stres baru bagi siswa dan pengajar,” ujarnya.

Menurutnya, yang terpenting bukan sekadar mewajibkan mata pelajaran baru, melainkan bagaimana membentuk lingkungan belajar yang mendukung. Pengajar harus memiliki pelatihan dan sumber daya yang memadai agar pembelajaran tetap menyenangkan dan bermakna.

Dr. Siti juga menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara Bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan Bahasa Inggris di jenjang pendidikan dasar. Bahasa ibu dan Bahasa Indonesia tetap perlu dijaga agar tidak terpinggirkan dalam proses pembelajaran.

Persiapan Pengajar dan Kurikulum Jadi Kunci

Salah satu tantangan utama dalam penerapan kebijakan ini adalah kesiapan pengajar. Banyak sekolah dasar di Indonesia, terutama di daerah, belum memiliki pengajar Bahasa Inggris yang kompeten.

“Kalau mau Bahasa Inggris wajib di SD, maka pemerintah harus menyiapkan pelatihan guru secara masif,” ujar Dr. Bambang Sudibyo, pengamat pendidikan dan mantan Mendiknas.

Pelatihan tersebut tidak hanya mencakup kemampuan bahasa, tetapi juga metodologi pengajaran anak usia dini. Pengajar perlu dibekali teknik untuk mengajarkan bahasa asing secara natural, seperti melalui lagu, cerita bergambar, dan percakapan sederhana.

Kurikulum pun harus menekankan pada kemampuan komunikasi dasar, bukan pada aspek gramatikal atau tes akademis. Artinya, fokus pembelajaran bukan pada nilai, tetapi pada keberanian siswa dalam menggunakan Bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari.

Belajar dari Negara Lain

Pakar UGM juga mengajak pemerintah untuk belajar dari model pendidikan negara lain. Korea Selatan dan Jepang, misalnya, sudah menerapkan Bahasa Inggris sejak SD, namun dengan pendekatan yang berbasis konteks budaya dan permainan.

Di Korea Selatan, pelajaran Bahasa Inggris di sekolah dasar difokuskan pada listening dan speaking, bukan grammar. Pengajar lebih banyak menggunakan lagu, permainan, dan aktivitas kelompok untuk membangun rasa percaya diri siswa.

“Model seperti ini bisa diadaptasi di Indonesia. Anak-anak belajar tanpa merasa terbebani, dan justru menjadi lebih percaya diri,” ujar Prof. Irwan.

Selain itu, penggunaan teknologi interaktif seperti aplikasi belajar bahasa atau video edukatif dapat membantu anak-anak berinteraksi dengan Bahasa Inggris secara natural, bahkan di luar jam sekolah.

Respon Orang Tua dan Masyarakat

Respon masyarakat terhadap rencana ini pun beragam. Sebagian orang tua mendukung penuh karena melihat Bahasa Inggris sebagai bekal masa depan anak di dunia yang semakin global. Namun, sebagian lainnya khawatir kebijakan ini bisa menambah beban belajar anak yang sudah cukup berat.

“Kami setuju anak belajar Bahasa Inggris, tapi jangan sampai anak-anak kehilangan waktu bermainnya,” ujar Rina, salah satu wali murid di Yogyakarta.

Para pakar UGM juga mengingatkan bahwa dukungan orang tua sangat penting dalam proses ini. Orang tua dapat membantu dengan menciptakan suasana positif di rumah, seperti membacakan buku cerita berbahasa Inggris atau menonton film anak berbahasa Inggris bersama.


Kebijakan yang Harus Bertahap

Baik akademisi maupun praktisi pendidikan sepakat bahwa kebijakan Bahasa Inggris wajib di SD tidak bisa diterapkan serentak di seluruh Indonesia. Harus ada pilot project terlebih dahulu untuk melihat efektivitasnya di berbagai konteks daerah.

“Kita punya keberagaman luar biasa, baik dari segi bahasa maupun sosial ekonomi. Kebijakan harus disesuaikan dengan kondisi daerah,” tegas Dr. Siti Rahmawati.

Tahapan yang ideal, menurut para pakar, adalah dengan uji coba terbatas, kemudian evaluasi, baru setelah itu diterapkan secara nasional. Pemerintah juga perlu memastikan adanya dukungan infrastruktur dan pelatihan pengajar sebelum kebijakan dijalankan secara luas.

Kesimpulan

Kebijakan Bahasa Inggris wajib di SD memang sejalan dengan kebutuhan global saat ini. Namun, sebagaimana ditegaskan para pakar UGM, kebijakan ini harus disertai dengan perencanaan matang, pelatihan pengajar, serta pendekatan yang sesuai usia anak.

Mengajarkan Bahasa Inggris sejak dini bisa menjadi investasi besar bagi masa depan anak Indonesia, asalkan dilakukan dengan cara yang menyenangkan, tidak memaksa, dan tetap menghormati identitas bahasa nasional.

Dengan strategi yang tepat, Indonesia bisa melahirkan generasi yang tidak hanya fasih berbahasa asing, tetapi juga berkarakter kuat dan berjiwa global.


Sumber Artikel : https://www.detik.com/
Sumber Gambar : https://www.detik.com/

Exit mobile version