Site icon UnpriEdu

Digitalisasi Sekolah Menuju 2029

Digitalisasi

Transformasi digital dalam dunia pendidikan Indonesia terus bergerak ke arah yang lebih konkret. Pemerintah menargetkan bahwa pada tahun 2029, setiap sekolah akan memiliki enam papan interaktif digital, sebuah langkah besar dalam mendukung proses belajar mengajar yang lebih modern, kolaboratif, dan berpusat pada siswa.

Kebijakan ini merupakan bagian dari Rencana Induk Digitalisasi Pendidikan Nasional yang sedang digodok oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Langkah ini diharapkan mampu mempersempit kesenjangan akses teknologi antarwilayah, sekaligus meningkatkan efisiensi, kreativitas, dan partisipasi aktif peserta didik di ruang kelas.

Papan Interaktif Sebagai Jantung Pembelajaran Modern

Papan interaktif digital — atau smart board — bukan hanya pengganti papan tulis konvensional. Perangkat ini memungkinkan pengajar dan siswa berinteraksi langsung dengan materi pembelajaran menggunakan sentuhan, stylus, atau perangkat nirkabel lainnya.

Melalui teknologi ini, materi pelajaran dapat ditampilkan dalam format video, animasi, grafik interaktif, hingga simulasi 3D yang menjadikan proses belajar jauh lebih menarik.

Direktur Transformasi Digital Kemendikbudristek, Raden Santoso, menyebut bahwa keberadaan papan digital akan menjadi “tulang punggung pembelajaran masa depan.”

“Kita ingin meninggalkan pola ceramah satu arah dan menggantinya dengan pembelajaran yang menumbuhkan kolaborasi, kreativitas, dan pemecahan masalah,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta.

Target 6 Unit per Sekolah: Ambisius tapi Realistis

Rencana pemerintah menargetkan enam unit papan interaktif per sekolah pada tahun 2029. Angka itu dihitung berdasarkan kebutuhan minimal ruang kelas aktif dan laboratorium di satuan pendidikan dasar dan menengah.

Menurut Santoso, target ini bukan tanpa dasar. Pemerintah telah melakukan studi kelayakan dan pilot project di beberapa provinsi seperti Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Timur.

Hasilnya menunjukkan peningkatan signifikan terhadap partisipasi siswa dan efisiensi waktu belajar hingga 35 persen. Pengajar pun merasa terbantu karena penyajian materi bisa diatur secara digital, tanpa perlu menulis ulang di papan tulis.

Namun, pemerintah juga menyadari tantangan besar terkait biaya pengadaan, pelatihan pengajar, dan infrastruktur listrik serta internet. Karena itu, pelaksanaan target ini akan dilakukan secara bertahap dan terintegrasi dengan program digitalisasi lainnya.

Tahapan Implementasi: Dari Uji Coba ke Nasional

Kemendikbudristek membagi roadmap digitalisasi ini ke dalam tiga fase besar:

  1. Fase I (2025–2026): Pemetaan kebutuhan dan distribusi awal ke 1.000 sekolah percontohan di berbagai provinsi.
  2. Fase II (2027–2028): Pengadaan massal dan pelatihan pengajar bersertifikat digital education.
  3. Fase III (2029): Implementasi penuh di seluruh sekolah negeri dan swasta yang terakreditasi.

Dalam pelaksanaan proyek ini, pemerintah juga bekerja sama dengan sejumlah perusahaan teknologi dalam negeri dan global untuk memastikan ketersediaan perangkat, pelatihan, serta layanan purna jual yang andal.

“Kita ingin memastikan transformasi ini berkelanjutan, bukan hanya soal alat, tapi juga kompetensi manusianya,” tambah Santoso.

Tantangan: Infrastruktur dan Kesiapan SDM

Meski ambisi pemerintah terdengar menjanjikan, sejumlah pihak mengingatkan pentingnya memperhatikan kesenjangan digital antarwilayah.

Di beberapa daerah pelosok, sekolah masih menghadapi keterbatasan akses listrik stabil dan koneksi internet yang memadai. Bila persoalan ini tak diatasi, digitalisasi berpotensi menciptakan “ketimpangan digital baru” antara sekolah kota dan desa.

Ketua Umum Persatuan Pengajar Indonesia (PGI), Dwi Hartono, mengatakan bahwa kesiapan pengajar menjadi faktor kunci.

“Papan interaktif tidak akan berdampak besar jika guru belum terbiasa mengintegrasikan teknologi dalam metode pengajaran. Pelatihan dan pendampingan harus jadi prioritas,” ujarnya.

Dampak Positif: Pembelajaran Lebih Hidup dan Kolaboratif

Sejumlah sekolah yang telah menggunakan papan interaktif dalam program uji coba melaporkan berbagai manfaat.

Pengajar bisa langsung mengakses materi digital dari internet, melakukan kuis interaktif secara real-time, hingga menampilkan hasil kerja siswa di layar besar. Sementara siswa mengaku lebih mudah memahami konsep sulit seperti matematika dan sains melalui animasi interaktif.

Hasil survei internal Kemendikbudristek menunjukkan bahwa 84% siswa merasa pembelajaran lebih menarik, sedangkan 72% pengajar melaporkan peningkatan minat belajar siswa setelah penggunaan papan digital.

Dukungan dari Dunia Industri dan Swasta

Beberapa perusahaan teknologi besar sudah menyatakan minat untuk mendukung proyek digitalisasi pendidikan ini.

Produsen perangkat seperti Asus, Samsung, dan Polytron kabarnya tengah menjajaki kerja sama dengan pemerintah dalam penyediaan smart board dengan biaya terjangkau. Selain itu, perusahaan telekomunikasi nasional seperti Telkom Indonesia juga siap memperluas jaringan broadband sekolah melalui program SchoolNet 2.0.

Langkah kolaboratif ini diharapkan dapat mempercepat tercapainya target 2029, sekaligus menciptakan ekosistem industri lokal yang mendukung keberlanjutan transformasi digital pendidikan.

Transformasi Budaya Belajar

Lebih dari sekadar alat, papan interaktif juga menjadi simbol perubahan paradigma pendidikan Indonesia — dari sistem konvensional menuju pembelajaran berbasis inovasi, riset, dan teknologi.

Seperti diungkapkan oleh psikolog pendidikan Dra. Mutiara Dewi, perubahan budaya belajar ini adalah tantangan terbesar.

“Teknologi hanyalah alat. Kuncinya adalah bagaimana sekolah membangun lingkungan belajar yang menumbuhkan rasa ingin tahu dan tanggung jawab,” ujarnya.

Kesimpulan: Digitalisasi Sebagai Investasi Masa Depan

Langkah pemerintah menargetkan enam papan interaktif per sekolah pada 2029 bukan sekadar kebijakan teknologi, melainkan investasi jangka panjang dalam kualitas pendidikan nasional.

Jika berhasil diimplementasikan secara merata, kebijakan ini akan menjadi tonggak penting menuju Indonesia Emas 2045, di mana generasi muda tidak hanya melek teknologi, tetapi juga mampu menciptakan inovasi untuk masa depan.


Sumber Artikel : https://www.detik.com/
Sumber Gambar : https://www.detik.com/

Exit mobile version