Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memastikan bahwa pada tahun ajaran baru 2025, satuan pendidikan di seluruh Indonesia masih akan menggunakan dua kurikulum sekaligus, yakni Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013 (K13). Kepastian ini disampaikan untuk menjawab berbagai pertanyaan publik mengenai kepastian arah kebijakan pendidikan nasional, terutama menjelang masa transisi menuju kurikulum nasional yang baru.

Keputusan tersebut diambil karena proses penyempurnaan kurikulum baru masih berjalan dan membutuhkan evaluasi lebih mendalam. Pemerintah menilai, ketimbang memaksakan penerapan kebijakan yang belum siap, lebih baik mempertahankan struktur kurikulum yang sudah berjalan dan terbukti dapat diterapkan oleh sekolah-sekolah di berbagai daerah.

Mengapa Dua Kurikulum Masih Berlaku?

Perwakilan Kemendikdasmen menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum nasional baru membutuhkan waktu panjang, mulai dari penyusunan struktur kompetensi, uji coba lapangan, hingga memastikan ketersediaan sumber daya seperti buku ajar, perangkat pembelajaran, dan pelatihan pengajar. Saat ini, beberapa tahap tersebut masih berjalan dan belum mencapai kondisi ideal untuk implementasi nasional.

Kurikulum Merdeka, yang mulai diperkenalkan sejak 2022, terus dievaluasi pada sekolah penggerak dan satuan pendidikan yang memilih untuk mengadopsinya secara mandiri. Meskipun menunjukkan hasil yang positif, analisis komprehensif masih diperlukan untuk memastikan kurikulum tersebut dapat diterapkan secara merata, mengingat kondisi sekolah di Indonesia sangat beragam.

Di sisi lain, K13 dinilai masih cukup relevan dan bisa terus digunakan selama masa transisi. Banyak sekolah telah menguasai perangkat pembelajaran K13, sehingga mempertahankan kurikulum ini dianggap sebagai langkah realistis untuk menjaga stabilitas proses belajar-mengajar.

Kondisi Lapangan: Sekolah Menyesuaikan Kemampuan

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kesiapan sekolah dalam menerapkan Kurikulum Merdeka tidak seragam. Sekolah yang memiliki fasilitas lengkap, SDM pengajar yang memadai, dan lingkungan belajar kondusif cenderung lebih cepat mengadopsi Kurikulum Merdeka. Sebaliknya, sekolah di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) masih menghadapi tantangan besar dalam penerapannya.

Pengajar merupakan faktor utama yang sangat menentukan keberhasilan implementasi kurikulum. Banyak pengajar yang masih membutuhkan pelatihan berkelanjutan untuk memahami filosofi Kurikulum Merdeka, mulai dari asesmen diagnostik, pembelajaran diferensiasi, hingga penyusunan modul ajar. Pemerintah menyadari bahwa pembinaan pengajar tidak bisa dilakukan secara mendadak, sehingga keberlanjutan dua kurikulum dinilai sebagai keputusan paling tepat.

Sementara itu, sekolah yang tetap menggunakan K13 dipersilakan melanjutkan tanpa perubahan signifikan. Pemerintah tidak memaksa sekolah untuk berpindah kurikulum sebelum benar-benar siap agar tidak mengganggu kualitas pembelajaran.

Kurikulum Merdeka: Fleksibel Namun Butuh Pendampingan

Imbas dari kebijakan dua kurikulum ini membuat Kurikulum Merdeka tetap menjadi salah satu opsi favorit khususnya bagi sekolah-sekolah yang ingin berinovasi. Kurikulum ini mengedepankan konsep pembelajaran berbasis kompetensi, fleksibilitas jam pelajaran, serta kebebasan pengajar dalam memilih perangkat ajar.

Banyak sekolah mengakui bahwa Kurikulum Merdeka memberikan ruang bagi peserta didik untuk mengembangkan soft skills, kreativitas, dan kemampuan berpikir kritis. Pembelajaran Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) juga diapresiasi karena melatih anak terjun langsung dalam kegiatan kolaboratif.

Namun, di sisi lain, tidak sedikit pengajar yang merasa kewalahan karena harus membuat modul ajar lengkap atau mengembangkan asesmen personalisasi. Sebagian sekolah juga menghadapi kendala teknologi karena penyediaan platform digital masih belum merata. Situasi ini membuat pemerintah enggan mempercepat penerapan wajib Kurikulum Merdeka.

K13 Tetap Jadi Pilar Pembelajaran Tradisional

Meskipun telah digunakan selama bertahun-tahun, Kurikulum 2013 masih dianggap sebagai kurikulum yang stabil dan cukup komprehensif. Dengan struktur yang jelas dan perangkat yang sudah tersedia luas, K13 memberikan rasa aman bagi sekolah yang ingin mempertahankan sistem pembelajaran konvensional.

Beberapa pengajar juga mengaku lebih nyaman menggunakan K13 karena terbiasa dengan mekanisme penilaian, RPP, serta struktur pembelajaran yang kurang menuntut inovasi tinggi seperti pada Kurikulum Merdeka. Namun, tetap ada kritik bahwa K13 lebih fokus pada konten dan kurang mendorong kreativitas serta berpikir kritis secara mendalam.

Evaluasi Nasional: Menuju Kurikulum Tunggal di Masa Depan

Pemerintah memastikan bahwa keberadaan dua kurikulum hanya bersifat sementara. Kemendikdasmen menargetkan penyelesaian kurikulum baru nasional dilakukan setelah rangkaian uji coba di berbagai daerah selesai.

Setelah seluruh data evaluasi terkumpul, barulah pemerintah akan menentukan apakah Kurikulum Merdeka akan dijadikan kurikulum nasional atau memadukan unsur-unsur terbaik dari kedua kurikulum tersebut. Proses penyusunan ini ditargetkan melibatkan para ahli pendidikan, pengajar senior, dan pemangku kepentingan secara inklusif.

Perubahan kurikulum nasional juga harus mempertimbangkan kesiapan infrastruktur pendidikan, terutama di daerah terpencil.

Dampak Kebijakan terhadap Siswa dan Orang Tua

Kebijakan mempertahankan dua kurikulum tentu menimbulkan kekhawatiran di kalangan orang tua, terutama mengenai kesetaraan kualitas pendidikan antar sekolah. Namun Kemendikdasmen menegaskan bahwa kedua kurikulum memiliki standar kompetensi minimal yang sama, sehingga tidak ada perbedaan signifikan dalam pencapaian akademik.

Bagi siswa, keberlanjutan ini diharapkan dapat memberikan kenyamanan dalam belajar tanpa harus mengalami perubahan mendadak. Terlebih bagi siswa kelas akhir seperti kelas 6, 9, atau 12, kestabilan kurikulum sangat penting agar persiapan ujian tidak terganggu.

Harapan dan Tantangan ke Depan

Pemerintah berharap sekolah dapat memanfaatkan masa transisi ini sebagai peluang untuk meningkatkan kemampuan pengajar, memperbaiki manajemen pembelajaran, dan memperluas penggunaan teknologi pendidikan. Di sisi lain, tantangan pemerataan fasilitas dan peningkatan kompetensi pengajar tetap menjadi pekerjaan besar yang harus diselesaikan.

Keberhasilan kurikulum baru nantinya sangat bergantung pada kolaborasi antara pemerintah, kepala sekolah, pengajar, dan seluruh ekosistem pendidikan. Tanpa dukungan menyeluruh, perubahan kurikulum hanya akan menjadi beban tambahan bagi sekolah.

Kesimpulan

Keputusan Kemendikdasmen mempertahankan Kurikulum Merdeka dan K13 pada tahun ajaran baru 2025 merupakan langkah strategis untuk menjaga stabilitas pendidikan nasional.

Kedua kurikulum masih akan berjalan berdampingan hingga Indonesia siap menggunakan kurikulum nasional tunggal yang lebih komprehensif, inklusif, dan relevan dengan kebutuhan zaman.


Sumber Artikel : https://edukasi.sindonews.com/
Sumber Gambar : https://www.tempo.co/