Kesadaran membaca buku menjadi salah satu indikator penting kemajuan literasi suatu negara. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah lembaga internasional merilis daftar negara dengan kebiasaan membaca terbaik di dunia. Hasil terbaru menunjukkan kejutan menarik: Indonesia berada di posisi yang lebih tinggi dibanding Korea Selatan, salah satu negara maju yang selama ini dikenal unggul dalam bidang pendidikan.

Temuan ini memunculkan banyak pertanyaan dan perbincangan publik. Bagaimana Indonesia bisa mencatatkan posisi tersebut? Apa indikator yang digunakan? Dan apakah data tersebut mencerminkan kondisi literasi nasional yang sesungguhnya? Artikel ini mengulas secara mendalam mengenai laporan tersebut, termasuk analisis faktor pendorong dan tantangan yang masih harus dihadapi Indonesia.

Laporan Global tentang Kebiasaan Membaca

Dalam riset literasi global yang dilakukan sejumlah lembaga internasional, negara-negara dievaluasi berdasarkan beberapa indikator utama, seperti:

  • Durasi rata-rata membaca per hari
  • Tingkat pembelian buku
  • Jumlah perpustakaan dan aktivitas peminjamannya
  • Penetrasi literasi digital
  • Minat masyarakat terhadap materi bacaan, baik fisik maupun digital

Dalam laporan terbaru itu, Indonesia mendapat skor cukup tinggi pada kategori minat baca berbasis digital, terutama karena semakin maraknya aplikasi penyedia buku elektronik dan web novel di kalangan generasi muda. Hal ini menjadi salah satu faktor yang mendorong posisi Indonesia mengungguli Korea Selatan.

Data yang Mengejutkan: Indonesia Naik Peringkat

Hasil survei menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia rata-rata membaca lebih banyak dibanding beberapa negara Asia lainnya. Sementara Korea Selatan, yang selama ini dipandang sebagai negara dengan budaya belajar kuat, justru mengalami penurunan pada kategori durasi membaca untuk hiburan atau pengayaan pribadi.

Tingginya angka penggunaan digital reading platform di Indonesia menjadi komponen yang sangat mempengaruhi hasil. Generasi Z dan milenial Indonesia termasuk salah satu pengguna terbesar platform cerita digital seperti:

  • Webtoon
  • Wattpad
  • Noveltoon
  • Aplikasi ebook lokal dan internasional

Perubahan perilaku ini menunjukkan bahwa literasi tidak lagi identik dengan membaca buku cetak semata.

Budaya Membaca di Indonesia Mulai Bergeser

Lonjakan budaya membaca di Indonesia dipengaruhi beberapa faktor berikut:

1. Meningkatnya Akses terhadap Buku Digital

Dulu, akses buku terbatas oleh harga dan distribusi. Kini, berkat buku digital, pembaca dapat menemukan ribuan judul hanya dalam beberapa detik.

Biaya lebih murah dan fleksibilitas akses membuat minat baca meningkat secara signifikan.

2. Tumbuhnya Komunitas Literasi Lokal

Di berbagai daerah muncul komunitas membaca yang giat mempromosikan literasi, seperti:

  • Taman baca masyarakat
  • Komunitas book sharing
  • Festival buku regional
  • Klub membaca sekolah dan kampus

Inisiatif ini membantu memperluas gerakan literasi hingga ke wilayah-wilayah yang sebelumnya tidak tersentuh perpustakaan besar.

3. Konten Lokal yang Semakin Berkualitas

Penulis-penulis Indonesia kini semakin produktif dan menciptakan karya berkualitas dengan genre beragam — mulai dari fiksi remaja, fantasi, sains populer, hingga literatur sejarah.

Keberagaman ini menghadirkan pilihan bacaan yang lebih relevan untuk segmen pembaca yang lebih luas.

4. Dukungan Ekosistem Pendidikan

Kurtilas dan Kurikulum Merdeka mengintegrasikan proyek literasi sebagai bagian dari pembelajaran. Siswa usia SD hingga SMA kini terbiasa dengan agenda membaca 15 menit sebelum pelajaran, jurnal membaca, serta tugas resensi buku.

Mengapa Korea Selatan Tidak Unggul Tahun Ini?

Meski dikenal sebagai negara dengan sistem pendidikan kuat, hasil survei menunjukkan bahwa penduduk Korea Selatan lebih banyak menghabiskan waktu untuk konsumsi konten visual seperti:

  • Video edukasi
  • Drama
  • Variety show
  • Konten streaming

Kebiasaan membaca untuk rekreasi menurun cukup signifikan, terutama di kalangan dewasa muda.

Industri digital mereka yang sangat maju membuat preferensi masyarakat bergeser pada konten audiovisual, bukan teks. Hal ini menjadi salah satu penyebab skor membaca rata-rata Korea Selatan berada di bawah Indonesia dalam survei tersebut.

Apakah Ini Berarti Indonesia Sudah Memiliki Literasi Tinggi?

Meskipun laporan tersebut memberikan pencapaian positif, pakar literasi menegaskan bahwa minat baca tinggi tidak selalu identik dengan kualitas literasi tinggi. Ada beberapa catatan penting:

1. Konten yang Dibaca

Sebagian besar bacaan digital yang populer termasuk kategori hiburan ringan. Meski baik untuk menumbuhkan minat, bacaan seperti novel daring belum sepenuhnya mencerminkan literasi mendalam.

2. Tingkat Pemahaman Bacaan

Hasil survei PISA masih menunjukkan bahwa tingkat kemampuan memahami teks siswa Indonesia berada di bawah rata-rata OECD.

3. Akses Buku di Daerah Tertinggal

Beberapa wilayah masih kekurangan fasilitas perpustakaan maupun akses internet.

4. Kebiasaan Membaca Buku Non-Fiksi

Buku non-fiksi ilmiah atau pengembangan diri masih belum menjadi konsumsi mayoritas masyarakat.

Dengan demikian, meski hasil survei global menempatkan Indonesia di posisi yang membanggakan, banyak aspek literasi yang tetap memerlukan pembenahan berkelanjutan.

Dampak Positif Bagi Indonesia

Peningkatan minat membaca memiliki beberapa dampak strategis:

  • Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
  • Mendorong tumbuhnya industri penerbitan
  • Menguatkan ekonomi kreatif berbasis literasi
  • Meningkatkan kultur berpikir kritis di masyarakat
  • Menjadi indikator positif dalam indeks pembangunan manusia

Fenomena ini juga mendorong pemerintah dan pelaku industri untuk semakin serius memajukan ekosistem literasi nasional.

Peran Teknologi dalam Masa Depan Literasi

Masa depan literasi Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh inovasi teknologi. Beberapa tren berikut diprediksi akan memperkuat budaya membaca:

  • AI reading assistant untuk siswa
  • Aplikasi perpustakaan nasional berbasis cloud
  • Model monetisasi baru bagi penulis
  • Buku interaktif dengan elemen multimedia
  • Pembelajaran berbasis microlearning yang tetap menuntut kemampuan membaca

Dengan integrasi teknologi ini, tantangan distribusi buku fisik yang selama ini menjadi kendala dapat diatasi secara bertahap.

Kesimpulan

Posisi Indonesia yang lebih tinggi dari Korea Selatan dalam daftar negara rajin membaca merupakan pencapaian positif yang, sekaligus, menjadi alarm untuk terus memperkuat budaya literasi nasional. Meski digitalisasi menjadi motor utama peningkatan minat baca, kualitas literasi tetap harus ditingkatkan melalui upaya sistematis, baik oleh pemerintah, pendidik, komunitas, maupun industri penerbitan.

Kemajuan ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki potensi besar untuk bangkit sebagai bangsa yang literat — potensi yang harus dijaga dan dikembangkan menuju masa depan pendidikan yang lebih kuat.


Sumber Artikel : https://www.kompas.com/
Symber Gambar : https://olenka.id/