Daftar Isi
Universitas Negeri Surabaya (Unesa) kembali melahirkan lulusan berprestasi. Salah satu yang mencuri perhatian pada periode wisuda tahun ini adalah Rifa, mahasiswa yang berhasil meraih predikat Wisudawan Terbaik Unesa berkat pencapaian akademik serta penelitian yang dianggap relevan dengan kondisi ketenagakerjaan dosen di Indonesia, khususnya di Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
Rifa menutup perjalanan studinya dengan skripsi bertema sensitif namun penting: analisis gaji dosen PTS. Topik ini tidak hanya jarang dibahas, tetapi juga menuntut keberanian dan ketelitian tinggi karena menyangkut isu kesejahteraan tenaga pendidik serta dinamika dunia pendidikan tinggi. Keberhasilannya mengulas persoalan tersebut secara objektif menjadi alasan kuat yang mengantarkannya pada penghargaan tertinggi bagi lulusan.
Berangkat dari Rasa Ingin Tahu
Dalam wawancara yang dilakukan pihak fakultas, Rifa bercerita bahwa ide awal skripsinya lahir dari diskusi yang ia dengar ketika mengikuti kegiatan magang kampus. Ia melihat perbedaan mencolok antara fasilitas dan kesejahteraan dosen perguruan tinggi negeri dan swasta, terutama pada kampus kecil dan menengah.
Salah satu dosen pembimbing menilai kepekaan Rifa terhadap isu lapangan menjadi modal penting dalam menyusun skripsi. “Rifa memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tidak takut menggali isu yang dianggap rumit. Ini yang membuat penelitiannya bernilai lebih,” ujar dosennya.
Melalui pengamatan awal tersebut, ia bertekad membuat penelitian yang bukan hanya memenuhi syarat akademik, tetapi juga bisa membuka mata banyak pihak mengenai realitas yang dihadapi tenaga pendidik.
Metode Riset yang Mendalam
Skripsi yang dikerjakan Rifa menggunakan pendekatan kombinasi metode kualitatif dan kuantitatif. Ia melakukan survei pada sejumlah dosen PTS di wilayah Jawa Timur, mewawancarai pengelola yayasan pendidikan, serta membandingkan standar gaji berdasarkan data regulasi pemerintah.
Rifa juga mengolah data dari Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) serta laporan publik dari kampus-kampus swasta. Proses pengumpulan data memakan waktu hampir tiga bulan, sebagian di antaranya ia lakukan dengan mendatangi kampus secara langsung.
Dalam skripsinya, Rifa menyimpulkan bahwa ketimpangan gaji dosen PTS terjadi karena perbedaan besaran dana operasional kampus, model bisnis lembaga pendidikan, serta minimnya kebijakan perlindungan terhadap dosen non-PNS. Temuannya menunjukkan bahwa sebagian dosen muda masih menerima gaji di bawah standar Upah Minimum Regional (UMR).
Tantangan Selama Penyusunan Skripsi
Mengangkat topik yang menyangkut kondisi internal lembaga pendidikan tentu bukan tanpa hambatan. Rifa sempat beberapa kali kesulitan mendapat data karena pihak kampus swasta enggan membuka informasi sensitif.
“Banyak yang bilang isu gaji itu perkara internal. Tapi saya jelaskan bahwa penelitian ini bertujuan akademis dan demi perbaikan jangka panjang,” kata Rifa.
Selain soal akses data, proses analisis juga memerlukan ketelitian ekstra. Rifa harus memastikan kesimpulan yang ia buat bersifat objektif dan tidak mengarah pada generalisasi berlebihan. Bimbingan dari para dosen pembimbing menjadi kunci agar skripsinya tetap berada dalam koridor ilmiah.
Penghargaan dari Kampus
Ketika hasil sidang skripsi diumumkan, Rifa tidak pernah menyangka bahwa penelitiannya akan mendapat apresiasi setinggi ini. Pihak fakultas menilai skripsinya sebagai salah satu penelitian dengan kontribusi nyata pada dunia pendidikan tinggi, terlebih karena isu kesejahteraan tenaga pendidik sering kali luput dari perhatian publik.
Pada momen wisuda, Rifa menerima penghargaan sebagai wisudawan terbaik setelah melalui penilaian akademik, keaktifan organisasi, serta kontribusi penelitian. Predikat tersebut menjadi kebanggaan tersendiri baginya dan keluarga.
Rektor Unesa menyampaikan apresiasi khusus kepada Rifa. “Penelitian mahasiswa seperti Rifa adalah gambaran bahwa kampus mendorong kajian yang kritis dan berdampak langsung pada masyarakat akademik,” ujarnya.
Dampak Penelitian bagi Dunia Pendidikan
Skripsi yang ditulis Rifa bukan hanya mengangkat persoalan, tetapi juga menawarkan solusi kebijakan. Ia menyarankan perlunya regulasi lebih tegas mengenai standar kesejahteraan dosen PTS, termasuk peningkatan anggaran bantuan operasional dan kebijakan insentif bagi tenaga pengajar non-PNS.
Temuan Rifa diharapkan dapat menjadi bahan diskusi bagi LLDIKTI, pengelola yayasan pendidikan, hingga mahasiswa calon dosen. Isu ini dinilai sangat penting mengingat kualitas perguruan tinggi sangat dipengaruhi oleh kesejahteraan tenaga pendidiknya.
Perjuangan Pribadi di Balik Prestasi
Di balik pencapaiannya, perjalanan studi Rifa tidak selalu mulus. Ia harus membagi waktu antara organisasi kampus, pekerjaan paruh waktu, dan tugas akhir. Kedua orang tuanya yang tinggal di desa juga menjadi motivasi terbesar agar ia dapat lulus dengan hasil terbaik.
“Rasanya tidak percaya bisa sampai di titik ini. Semua perjuangan, kurang tidur, dan tekanan selama menulis skripsi akhirnya terbayar,” ungkapnya.
Harapan Rifa Setelah Lulus
Setelah dinobatkan sebagai wisudawan terbaik, Rifa berharap penelitiannya dapat dibaca lebih luas dan menjadi referensi bagi kebijakan pendidikan. Ia juga tengah mempersiapkan diri melanjutkan studi ke jenjang magister, dengan fokus pada bidang manajemen pendidikan.
“Pendidikan harus maju, dan saya ingin berkontribusi di dalamnya. Mulai dari riset kecil seperti ini hingga nanti, siapa tahu, membuat kebijakan nyata,” katanya optimis.
Sumber Artikel : https://www.kompas.com/
Sumber Gambar : https://www.kompas.com/
