Sekolah Bebas Perundungan Tegas Dicanangkan
Daftar Isi
Isu perundungan di lingkungan sekolah kembali menjadi sorotan setelah Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul menegaskan komitmen pemerintah dalam menciptakan sekolah yang benar-benar bebas dari kekerasan, baik fisik, seksual, maupun intoleransi.
Dalam pernyataannya, Gus Ipul menyebut bahwa perundungan atau bullying termasuk salah satu dari “tiga dosa besar pendidikan” yang tidak boleh ditoleransi. Ia menekankan, sekolah seharusnya menjadi tempat aman, nyaman, dan mendidik, bukan arena kekerasan yang mengancam tumbuh kembang anak.
Tiga Dosa Besar Pendidikan
Istilah tiga dosa besar pendidikan merujuk pada praktik yang kerap merusak iklim belajar, yaitu:
- Perundungan (Bullying)
Tindakan yang menyakiti secara fisik maupun psikologis, baik antar siswa maupun dari pengajar ke siswa. - Kekerasan Fisik dan Seksual
Bentuk pelanggaran berat yang berdampak panjang pada korban. - Intoleransi
Sikap diskriminatif atau tidak menghargai perbedaan yang dapat menimbulkan konflik sosial.
Menurut Gus Ipul, ketiga dosa ini adalah penghalang utama lahirnya generasi cerdas, berkarakter, dan berakhlak. Oleh karena itu, sekolah harus menjadi ruang steril dari perilaku semacam ini.
Peran Tenaga Kependidikan
Gus Ipul menekankan pentingnya peran tenaga kependidikan—pengajar, wali kelas, hingga pengawas sekolah—untuk berani bertindak cepat bila menemukan indikasi perundungan.
“Tenaga kependidikan harus segera melaporkan dan menindaklanjuti jika ada tanda-tanda perundungan. Jangan sampai kasus dibiarkan hingga berlarut-larut,” tegasnya.
Dengan mekanisme pelaporan cepat, diharapkan kasus dapat dicegah sejak dini sebelum menimbulkan dampak lebih serius.
Tantangan di Sekolah Rakyat
Meski komitmen sudah jelas, Gus Ipul tidak menutup mata terhadap tantangan besar yang dihadapi, terutama pada fase rintisan Sekolah Rakyat—institusi pendidikan yang setara dengan SD, SMP, dan SMA.
Tantangan yang muncul antara lain:
- Kekurangan pendamping yang berperan penting dalam mendampingi siswa sehari-hari.
- Minim tenaga pengawas yang membuat kontrol lingkungan sekolah belum maksimal.
- Keterbatasan sarana prasarana yang membuat program perlindungan siswa belum berjalan optimal.
Pemerintah menyadari bahwa tanpa dukungan penuh sumber daya manusia dan fasilitas, visi sekolah bebas perundungan sulit tercapai.
Komitmen Pemerintah
Menjawab tantangan tersebut, pemerintah melalui Kementerian Sosial menjanjikan sejumlah langkah strategis:
- Pemenuhan SDM: Pendamping, pengawas, serta staf pendukung akan dipenuhi secara bertahap sesuai kebutuhan sekolah.
- Peningkatan fasilitas: Sarana prasarana pendukung seperti ruang konseling, CCTV, hingga program literasi digital akan diprioritaskan.
- Kesejahteraan tenaga pendamping: Pemerintah memastikan gaji dan tunjangan dibayarkan tepat waktu agar mereka dapat bekerja maksimal.
Dengan langkah ini, diharapkan sekolah memiliki pondasi kuat untuk benar-benar menjadi lingkungan yang aman dan nyaman bagi siswa.
Figur Pengganti Keluarga
Selain pendidik formal, peran wali asrama dan wali asuh juga mendapat perhatian khusus. Mereka dianggap sebagai figur pengganti keluarga bagi anak-anak yang tinggal di sekolah.
Jam kerja wali asrama akan diatur lebih manusiawi agar mereka bisa memberikan perhatian penuh tanpa terbebani secara fisik maupun mental. Kehadiran wali asrama dan wali asuh diharapkan menjadi benteng pertama dalam menciptakan suasana hangat dan mendukung bagi anak-anak.
Peran Orang Tua dan Masyarakat
Meskipun kebijakan pemerintah sangat penting, Gus Ipul menegaskan bahwa orang tua dan masyarakat juga tidak boleh lepas tangan. Pendidikan karakter dan pencegahan perundungan harus dimulai dari rumah.
Kerja sama antara orang tua, pengajar, dan masyarakat sekitar akan menjadi kunci agar anak-anak merasa terlindungi di manapun mereka berada.
Pendidikan Berbasis Karakter
Komitmen sekolah bebas perundungan juga sejalan dengan misi pendidikan berbasis karakter yang terus didorong pemerintah. Bukan hanya aspek akademis yang diperhatikan, tetapi juga pembentukan nilai moral, empati, dan sikap menghargai sesama.
Melalui pendekatan ini, diharapkan anak-anak tumbuh sebagai generasi yang tidak hanya pintar secara intelektual, tetapi juga kuat secara emosional dan sosial.
Tantangan Budaya Digital
Selain di dunia nyata, perundungan kini juga merambah dunia digital melalui cyberbullying. Media sosial sering menjadi medium munculnya kasus pelecehan verbal, ejekan, hingga penyebaran konten negatif antar siswa.
Sekolah dan pemerintah perlu menghadirkan program literasi digital yang lebih kuat agar siswa bijak dalam bermedia sosial dan tidak mudah terjerumus dalam perilaku merugikan.
Kesimpulan
Penegasan Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengenai sekolah bebas perundungan menjadi langkah penting dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, inklusif, dan sehat.
Meski masih menghadapi tantangan, terutama di fase rintisan Sekolah Rakyat, pemerintah berkomitmen menghadirkan solusi jangka panjang melalui pemenuhan tenaga pendamping, peningkatan sarana, serta penguatan peran wali asrama.
Dengan kolaborasi tenaga pendidik, orang tua, dan masyarakat, visi sekolah steril dari perundungan bukan sekadar wacana, melainkan tujuan nyata demi masa depan generasi muda Indonesia.
Sumber Artikel : https://news.detik.com/
Sumber Gambar : https://smpn51kotabekasi.sch.id/