Setiap 8 September, dunia memperingati Hari Literasi Internasional (International Literacy Day/ILD), sebuah momen penting yang diinisiasi oleh UNESCO sejak 1967 untuk menyoroti arti penting literasi bagi kehidupan manusia. Tahun ini, peringatan Hari Literasi Internasional kembali menekankan tidak hanya pada kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga pada literasi digital, yang kini menjadi kebutuhan mendesak di tengah derasnya arus informasi global.

Literasi: Fondasi Kehidupan Modern

Literasi sejak lama dipandang sebagai fondasi pembangunan manusia. Tidak hanya sekadar kemampuan mengenal huruf, tetapi juga keterampilan memahami informasi, berpikir kritis, hingga mampu mengambil keputusan yang tepat.

Dalam konteks modern, literasi berkembang menjadi lebih luas: literasi media, literasi finansial, literasi budaya, hingga literasi digital. Tanpa bekal ini, masyarakat akan kesulitan beradaptasi dengan perubahan dunia yang begitu cepat.

Literasi Digital: Tuntutan di Era Informasi

Perkembangan teknologi telah membawa manusia ke era baru: banjir informasi. Media sosial, portal berita, aplikasi perpesanan, hingga platform video telah menjadi sumber utama konsumsi informasi masyarakat.

Namun, aliran informasi yang begitu cepat juga menghadirkan risiko besar: misinformasi, disinformasi, dan hoaks. Hoaks politik, penipuan digital, hingga manipulasi informasi kesehatan menjadi ancaman nyata bagi masyarakat yang tidak memiliki keterampilan literasi digital memadai.

Menurut laporan UNESCO, lebih dari 60% pengguna internet dunia pernah terpapar hoaks, baik dalam bentuk teks, gambar, maupun video. Di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat ratusan kasus hoaks setiap bulannya, terutama menjelang tahun politik.

Literasi Digital dalam Pendidikan

Hari Literasi Internasional tahun ini juga menjadi momentum bagi dunia pendidikan untuk memperkuat kurikulum berbasis literasi digital. Sekolah dan universitas didorong tidak hanya mengajarkan keterampilan membaca, tetapi juga kemampuan memverifikasi informasi di internet.

Keterampilan yang ditekankan antara lain:

  • Critical Thinking: Menguji kebenaran informasi sebelum membagikannya.
  • Source Evaluation: Mengenali sumber informasi yang kredibel.
  • Digital Etiquette: Menggunakan media sosial secara bertanggung jawab.
  • Data Privacy: Menjaga keamanan data pribadi dari ancaman siber.

Dengan begitu, literasi digital dapat membantu generasi muda menjadi pengguna internet yang cerdas, bukan korban manipulasi informasi.

Peran Pemerintah dan Lembaga Global

Pemerintah Indonesia melalui berbagai program, seperti Gerakan Literasi Nasional (GLN) dan Siberkreasi, telah aktif mendorong literasi digital. Program ini melibatkan sekolah, komunitas, dan masyarakat luas agar kesadaran tentang hoaks dan etika digital semakin kuat.

Sementara itu, UNESCO terus mengampanyekan literasi sebagai bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama poin ke-4 tentang pendidikan berkualitas. Literasi digital menjadi kunci untuk mengurangi kesenjangan informasi antara negara maju dan berkembang.

Hoaks sebagai Ancaman Serius

Di era digital, hoaks bukan lagi masalah sepele. Penyebaran berita palsu terbukti mampu memengaruhi opini publik, stabilitas politik, hingga keamanan nasional.

Kasus pandemi COVID-19 menjadi contoh nyata. Informasi palsu mengenai obat, vaksin, hingga teori konspirasi menyebar luas, membuat banyak masyarakat bingung, bahkan menolak fakta ilmiah. Kondisi ini menunjukkan betapa pentingnya literasi digital untuk melawan arus informasi yang menyesatkan.

Peran Media dan Masyarakat

Media massa, sebagai salah satu sumber informasi utama, juga memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga kualitas literasi masyarakat. Penerapan standar jurnalistik yang ketat, verifikasi fakta, hingga edukasi publik menjadi bagian dari kontribusi media dalam perang melawan hoaks.

Namun, literasi digital bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan media. Masyarakat sebagai pengguna internet juga harus aktif membekali diri. Mulai dari kebiasaan sederhana seperti tidak membagikan informasi yang belum jelas kebenarannya, hingga berpartisipasi dalam program pelatihan literasi digital.

Literasi di Tengah Transformasi AI

Tantangan literasi kini semakin kompleks dengan berkembangnya kecerdasan buatan (AI). Teknologi seperti deepfake, chatbot, dan generator teks otomatis menghadirkan peluang sekaligus ancaman baru.

Deepfake misalnya, dapat digunakan untuk hiburan, tetapi juga berpotensi menciptakan video palsu yang menyesatkan. Dalam kondisi ini, literasi digital bukan hanya soal membaca teks, tetapi juga kemampuan mengenali manipulasi visual dan audio.

Literasi untuk Masa Depan Inklusif

Hari Literasi Internasional juga menyoroti pentingnya literasi bagi kelompok rentan: anak-anak, perempuan, dan masyarakat pedesaan. Kesenjangan digital yang masih ada di berbagai negara membuat akses literasi digital belum merata.

Pemerataan akses internet, pendidikan, dan pelatihan literasi menjadi kunci untuk membangun masyarakat yang inklusif. Literasi harus dipandang sebagai hak dasar setiap manusia, bukan sekadar fasilitas tambahan.

Kesimpulan

Hari Literasi Internasional 2025 mengingatkan dunia bahwa literasi adalah kunci pembangunan manusia modern. Literasi digital, khususnya, menjadi senjata utama dalam menghadapi banjir informasi dan melawan hoaks.

Pemerintah, lembaga pendidikan, media, hingga masyarakat perlu bersinergi untuk membangun ekosistem literasi yang kokoh. Hanya dengan cara itu, masyarakat bisa menjadi cerdas, kritis, dan mampu menjaga demokrasi di era digital.


Sumber Artikel : https://www.unesco.org/en/days/literacy
Sumber Gambar : https://www.scribd.com/