Pemerataan pendidikan kembali menjadi sorotan di Jawa Barat setelah munculnya berbagai laporan mengenai kesenjangan fasilitas, kualitas pengajaran, dan akses belajar di sejumlah wilayah. Mamat Rachmat, salah satu tokoh pendidikan yang kerap vokal menyuarakan isu ini, menegaskan bahwa pendidikan harus dapat diakses oleh semua anak tanpa diskriminasi apa pun—baik berdasarkan wilayah, kondisi sosial ekonomi, maupun latar belakang keluarga.

Menurut Mamat, masalah utama bukan hanya keterbatasan infrastruktur, melainkan juga ketimpangan kesempatan. Di beberapa daerah, terutama wilayah terpencil dan pedalaman, akses terhadap pengajar berkualitas serta teknologi pendidikan masih sangat terbatas. Kondisi ini secara otomatis membuat anak di daerah tertentu berada pada posisi kurang menguntungkan dibandingkan teman sebaya mereka di perkotaan.

Dalam pandangannya, pendidikan yang merata bukan sekadar menyediakan bangunan sekolah, tetapi memastikan bahwa setiap anak memperoleh pengalaman belajar yang setara. Ini mencakup akses pengajar kompeten, bahan ajar yang relevan, teknologi pendukung, serta lingkungan belajar yang mendukung tumbuh kembang anak.

Kesenjangan Antarwilayah yang Masih Nyata

Meski Jawa Barat dikenal sebagai salah satu provinsi dengan pertumbuhan pesat, realitas pendidikan di lapangan menunjukkan kontras yang cukup tajam. Kota-kota besar seperti Bandung, Depok, dan Bekasi menikmati sekolah dengan fasilitas modern, laboratorium lengkap, akses internet stabil, dan program pembelajaran digital. Di sisi lain, desa-desa di selatan dan kawasan perbatasan masih menghadapi persoalan mendasar seperti minimnya bangunan yang layak, kekurangan pengajar tetap, hingga akses transportasi yang menyulitkan.

Beberapa sekolah bahkan masih menggunakan ruang kelas darurat atau meminjam bangunan desa sebagai ruang belajar. Pengajar honorer, yang jumlahnya sangat dominan di beberapa kecamatan, harus mengajar dengan sumber daya terbatas. Ketimpangan semacam ini menciptakan jurang kualitas belajar yang makin lebar.

Tanpa Diskriminasi: Prinsip yang Harus Dipegang

Mamat Rachmat menekankan bahwa pendidikan tidak boleh menjadi sarana reproduksi ketidaksetaraan. Ia menolak segala bentuk diskriminasi, termasuk perbedaan perlakuan berdasarkan kemampuan ekonomi keluarga. Menurutnya, negara wajib memastikan bahwa anak dari keluarga kurang mampu memiliki kesempatan belajar yang sama dengan mereka yang berasal dari keluarga mapan.

Kebijakan afirmasi, bantuan biaya sekolah, dan penyediaan transportasi gratis menjadi beberapa langkah yang dianggap penting dalam mencegah anak putus sekolah. Selain itu, sekolah harus menciptakan lingkungan inklusif yang menerima anak berkebutuhan khusus, anak dari kelompok minoritas, dan siswa yang tinggal jauh dari pusat kota.

Transformasi Kurikulum dan Peran Pengajar

Salah satu pilar pemerataan pendidikan adalah kualitas pengajaran. Pengajar memegang peran kunci dalam memastikan setiap siswa mendapatkan pembelajaran optimal. Mamat menilai peningkatan kompetensi pengajar harus dilakukan secara konsisten, bukan hanya lewat pelatihan singkat, tetapi melalui pendampingan berkelanjutan, workshop berbasis kebutuhan, serta akses terhadap teknologi.

Kurikulum Merdeka yang mulai diterapkan memberikan ruang bagi pengajar untuk menyesuaikan pembelajaran dengan konteks lokal. Namun, tanpa dukungan memadai, terutama bagi pengajar di daerah terpencil, implementasinya bisa terhambat. Pemerintah daerah perlu memastikan pelatihan kurikulum tidak hanya dinikmati sekolah di perkotaan, melainkan juga menjangkau seluruh wilayah.

Teknologi sebagai Solusi, Bukan Penghalang

Pemanfaatan teknologi menjadi salah satu jalan untuk mengejar ketertinggalan. Penggunaan perangkat tablet untuk belajar, platform pembelajaran digital, dan perpustakaan online terbukti membantu siswa di banyak tempat. Namun, tantangan utamanya terletak pada ketersediaan internet dan perangkat yang memadai.

Mamat menekankan bahwa digitalisasi pendidikan harus dilakukan dengan konsep “no student left behind”. Artinya, pemerintah wajib memastikan seluruh siswa memiliki akses yang sama terhadap teknologi, bukan hanya mereka yang tinggal di daerah dengan kondisi infrastruktur baik.

Program penyediaan akses internet untuk sekolah pinggiran serta bantuan perangkat bagi siswa dari keluarga prasejahtera menjadi langkah penting. Tanpa itu, digitalisasi justru bisa memperlebar ketimpangan.

Peran Komunitas dan Orang Tua

Selain kebijakan pemerintah, masyarakat juga memiliki peran penting dalam menghidupkan semangat pemerataan pendidikan. Komunitas lokal dapat membantu menyediakan ruang belajar alternatif, mengorganisir kelompok belajar, atau menghadirkan relawan dari kalangan profesional untuk berbagi pengetahuan.

Orang tua, meski banyak yang bekerja seharian, juga berperan besar dalam menciptakan lingkungan belajar yang positif di rumah. Dukungan moral, perhatian, dan komunikasi terbuka dengan sekolah dapat membantu meningkatkan hasil belajar anak.

Harapan untuk Jawa Barat

Mamat Rachmat optimistis bahwa pemerataan pendidikan di Jawa Barat dapat tercapai dengan kerja sama seluruh pihak—pemerintah, sekolah, pengajar, orang tua, serta komunitas lokal. Ia menegaskan bahwa pendidikan yang adil dan merata adalah fondasi utama bagi masa depan daerah dan bangsa.

Menurutnya, anak-anak di seluruh Jawa Barat, dari Cianjur hingga Pangandaran, dari Bandung hingga Garut, memiliki hak yang sama untuk bermimpi, belajar, dan tumbuh. Keadilan pendidikan bukan hanya tujuan, tetapi kewajiban moral yang harus diwujudkan.


Sumber Artikel : https://www.detik.com/
Sumber Gambar : https://www.detik.com/